KUTOARJO dikenal
dengan sebutan SEMAWONG
Pada tahun 1587 Danang Sutowijoyo atau Panembahan Senopati
Loring Pasar putra dari Ki Ageng Pemanahan (awal berdirinya Mataram Islam), mendirikan Kesultanan Mataram. Saat itu nama Semawung sudah ada, berasal dari nama saudagar benang dari Cina yang bernama
Sie Mau Wong. Putera pertama Ki Ageng Panjawi yang bernama Wasis Jayakusuma menjadi Adipati
Pati bergelar Adipati Pragola Pati I.
Menurut Babad Tanah Jawi, Wasis Jayakusuma/Adipati Pragola Pati I mempunyai putra :
1. Raden Mas Tjoemantoko
2. Raden Ayu Retno Dumillah/Kanjeng Ratu Beroek/Putri Moertisari
3. Raden Mas Baoeredjo
Nama asli Prabu Hanyakrawati adalah Raden Mas Jolang, putra Panembahan Senapati raja pertama Kesultanan Mataram. Ibunya bernama Ratu Mas Waskitajawi, putri Ki Ageng Panjawi, penguasa Pati. Antara kedua orang tua Mas Jolang tersebut masih terjalin hubungan sepupu.
Setelah dewasa, menjadi Sultan Mataram dengan gelar Sri Susuhunan Adi Prabu Hanyakrawati
Senapati-ing-Ngalaga Mataram (lahir: Kotagede, ? - wafat : Krapyak, 1613)
adalah raja kedua Kesultanan Mataram
yang memerintah pada tahun 1601-1613.
Prabu Hanyakrawati meninggal dunia pada tahun 1613 karena kecelakaan sewaktu berburu kijang di Hutan Krapyak, sehingga terkenal dengan gelar anumerta Panembahan Seda ing Krapyak
atau Panembahan Seda Krapyak yang bermakna "Baginda
yang wafat di Krapyak". Tokoh ini merupakan ayah dari Sultan Agung, raja terbesar Mataram yang juga pahlawan nasional
Indonesia (http://id.wikipedia.org/wiki/Panembahan_Hanyakrawati)
Raden Mas Tjoemantoko diangkat menjadi Tumenggung di
Semawung bagian dari tlatah Bagelen oleh sepupunya yang bernama Raden Mas
Jolang dan diberi gelar Raden Tumenggung
Tjoemantoko. Setelah Raden Tumenggung Tjoemantoko wafat, dimakamkan di
bukit Satria Desa Kaliwatubumi Kecamatan Butuh, masyarakatnya sering menyebut
sebagai MBAH GIRI TJOEMANTOKO.
Putra beliau yang bernama Raden Mas Kowoe/Ki Kowoe
menggantikan ayahandanya menjadi Tumenggung Semawung dengan gelar Raden
Tumenggung Tjoemantoko II, yang mempunyai keturunan bernama Raden Mas Gatoel.
Setelah dewasa Raden Mas Gatoel ingin mencari
pengalaman, oleh ayahandanya Raden Mas Kowoe/Ki Kowoe dijinkan dan disuruhnya
mengabdi kepada Adipati Jojokusumo di Kadipaten Gombong. Di sana Raden Mas
Gatoel awalnya menjadi prajurit biasa.
Kepandaian Raden Mas Gatoel dalam olah kanuragan dan
keprajuritan sangat baik, maka beliau dijadikan pengawal pribadi "Kajineman"
Adipati Jojokusumo mengawal sowan ke Kartosuro, sehingga Raden Mas Gatoel juga
disebut dengan Kyai/Ki Jinem.
Setelah Raden Mas Kowoe/Ki Kowoe atau Raden Tumenggung
Tjoemantoko II wafat dan dimakamkan di Desa Kuwurejo, kedudukannya
digantikan Raden Mas Gatoel/Ki Jinem dengan gelar Raden Tumenggung Tjoemantoko
III.
Konon Raden Tumenggung Tjoemantoko III suka
berkelana dan sempat menemukan keris kecil yang bernama Kyai Sawunggalih
(pusaka kraton di dalam kayu jati di daerah Bruno), Raden Tumenggung Tjoemantoko
III dalam tidurnya bermimpi kalau itu adalah Pusaka Kraton dan minta
untuk dikembalikan, lalu pusaka itu dikembalikan ke kraton dan diterima dengan
senang hati oleh Raja.
Raden Tumenggung Tjoemantoko III mempunyai putra
bernama Raden Mas Bancak. Setelah Raden Tumenggung Tjoemantoko III wafat dan
dimakamkan di Bukit Satria Desa Kaliwatubumi Kecamatan Butuh. diteruskan oleh
putranya yang bernama Raden Mas Bancak dengan gelar Tumenggung Bantjik
Kertonagoro Sawunggalih I setelah wafat digantikan putranya yang bergelar
Tumenggung Bantjik Kertonagoro Sawunggalih II, pada saat itu pusat pemerintahan
dipindah dari Semawung Kembaran ke Semawung Daleman.
Setelah Tumenggung Bantjik Kertonagoro Sawunggalih II
wafat, diganti oleh menantunya Raden Mas Soerokusumo yang sebelumnya menjabat
Patih di Kabupaten Ambal (Kebumen). pada saat pemerintahan Raden Mas
Soerokusumo pusat pemerintahan dari Semawung Daleman dipindah ke Desa Senepo
dan Senepo diganti nama menjadi Kutoarjo. Raden Mas Soerokusumo menjadi
Bupati pertama di Kutoarjo bergelar Raden Adipati Aryo Soerokusumo. Dalam
catatan ditemukan pertumbuhan perdagangan di Kutoarjo lebih maju daripada
Kabupaten Purworejo. Di kutoarjo waktu itu banyak perajin tenun dan barang
pecah belah dari tanah liat. Semawung merupakan daerah perdagangan yang cukup
ramai, saat itu banyak pedagang-pedagang Cina berdatangan.
Raden Adipati
Soerokusumo setelah wafat dimakamkan dekat makam Ageng Loano, pengganti RAA
Soerokusumo atas kebijaksanaan Sunan Pakubuwono bukan putra RAA Soerokusumo,
tetapi dipilih dari pejabat yang langsung dari kerabat Keraton Surakarta, yaitu
RAA Pringgo Atmodjo yang memerintah sampai tahun 1870.
Pada jaman pemerintahan Raden Adipati Soerokusumo dibangun
kantor kabupaten di atas tanah seluas 8 hektar, sampai berakhirnya pemerintahan
Raden Adipati Soerokusumo, pembangunan belum selesai dan dilanjutkan oleh RAA
Pringgo Atdmodjo sampai tahun 1870 sudah lengkap dengan Alun-alun Kutoarjo.
Waktu itu dibangun pula rumah kepatihan yang kini menjadi kantor Kecamatan
Kutoarjo, sedangkan rumah dinas dan kontrolir yang terletak di Dusun Tegal Desa
Senepo sebagian masih utuh dan sekarang dijadikan untuk Mapolsek Kutoarjo,
kantor Landraad/Kejaksaan di sudut alun-alun Kutoarjo yang sekarang dimanfaatkan
oleh PDAM.
Waktu pemerintahan RAA Pringgo Atdmodjo Kabupaten
Kutoarjo dibagi menjadi empat kawedanan, yaitu : Kemiri, Pituruh,
Grabag/Ketawang dan Purwodadi, sedangkan Masjid Jami Kutoarjo dibangun
tahun 1860 lengkap dengan kantor pengadilan agama atau penghulu.
Tahun 1875 Masjid Jami Kutoarjo dipugar oleh RAA
Poerbo Atdmodjo.
Perdagangan di Kutoarjo semakin pesat setelah dibangun
rel kereta api Yogyakarta - Purwokerto tahun 1880 – 1885, kemudian pada tahun
1890 dibangun rel kereta dari Kutoarjo - Purworejo.
Nama-nama penguasa di Kadipaten Semawung yang
kemudian menjadi Kabupaten Kutoarjo, pada awal luas wilayahnya sampai
Purworejo :
- Raden Tumenggung Tjoemantoko I (makamnya di Bukit Satria Kaliwatubumi)
- Raden Mas Kuwu/Raden Tumenggung Tjoemantoko II
- Raden Mas Gatoel/Ki Jinem/Raden Tumenggung Tjoemantoko III (makamnya di Kelurahan Semawung Kembaran Kutoarjo)
- Raden Bantjak/Tumenggung Bantjik Notonagoro Sawunggalih I (makamnya di Kelurahan Semawung Kembaran Kutoarjo)
- Tumenggung Bantjik Notonagoro Sawunggalih II (makamnya di Kelurahan Semawung Daleman Kutoarjo)
- RAA Soerokusumo (makamnya di
Pesarean Ageng Loano)
- RAA Pringgo Atmodjo sampai tahun
1870. (makamnya di Bukit Satria Kaliwatubumi dekat makam Raden
Tumenggung Tjoemantoko I)
- RAA Toerkidjo Poerbo Atdmodjo 1870 - 1915 (makamnya di Bukit Satria kaliwatubumi)
- RAA Poerbo Hadikoesoemo 1915 - 1933.
Para penguasa di
Kabupaten Kutoarjo merupakan keturunan dari RM. Said atau Kanjeng Sunan
Kalijaga
Sejarah Kutoarjo yang bernama Semawung lebih tua
daripada Purworejo yang dulu bernama Brengkelan, sejarah Kutoarjo dimulai
dengan adanya Mataram Islam dan para penguasanya memiliki garis keturunan
ningrat/keraton. Purworejo sendiri pada awalnya termasuk dalam kekuasaan Kutoarjo,
tetapi karena kekuasaan dan intrik Belanda di Keraton, kemudian Belanda membuat
kadipaten baru yang bernama Purworejo/Brengkelan dengan mengangkat seorang abdi
dalem/mantri gladak menjadi Bupati serta karena prestasinya di mata Penjajah
Belanda yang diperoleh selama melawan para pengikut Pangeran Diponegoro dan
membunuh para pangeran di Gunung Kelir, sehingga hari jadi Purworejo
dipilih pada masa Hindu, bukan dari Bupati pertama Brengkelan/Purworejo
yang dilantik 30 juni 1830, karena tidak punya nilai nasionallisme dan juga
merupakan contoh yang kurang baik bagi generasi muda.